Kain Songket
Jadi ini tugas makalah seni budaya pas kelas 11. Semoga bermanfaat ya
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara membuat
pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat diketahui
bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman prasejarah di Indonesia.
Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu yang dibuat dari
batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Disamping pakaian
dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan mengunakan kulit binatang
yang pada umumnya dipakai oleh laki–laki sebagai pakaian untuk upacara ataupun
pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga
sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan
tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang
terbuat dari kain tenun kasar.
Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya
yang menghasilkan berbagai kain songket, dimana pada masa itu diperkirakan
gemerlap warna kain songket untuk para pejabat kerajaan khususnya untuk raja di
berikan sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang kaya dengan emas dan
berbagai logam mulai lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim kenegeri Siam
(Thailand) untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali kekerajaan
Sriwijaya, oleh para perajin benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan
benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam (Thailand), India
dan Tiongkok (Cina).
Perdagangan
internasional membawa pengaruh besar dalam hal pengolahan kain songket terutama
dalam memadukan bahan yang akan digunakan sebagai kain songket. Kain Songket
untuk Raja dan kelurganya tentu memerlukan bahan dan pengerjaan yang lebih,
benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan yang menonjol dalam pembuatanya,
sehingga menghasilkan sebuah kain songket gemerlap, yang menunjukan sebuah
kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga. Hal ini memberikan
pengaruh besar terhadap motif kain tenun yang ada disekitar kerajaan Sriwijaya,
salah satunya kota Palembang.
Kain Tenun merupakan salah satu ke kayaan budaya Indonesia, karena
keberadaannya merupakan salah satu karya Bangsa Indonesia yang tersebar luas
diseluruh kepulauan Indonesia. Kain tenun songket Palembang ini, sangat
menarik, ditelusuri sejarahnya, maknanya, dan teknik pembuatannya. Kalau kita
menilik warnanya yang khas, dan motif hiasnya yang indah, pastilah kita
berkesimpulan bahwa songket ini dibuat dengan keterampilan, ketelatenan,
kesabaran,dan daya kreasi tinggi.Marilah kita "melongok" bagaimana
kaintersebut dibuat, sedikit sejarahnya dan tentang motif hiasnya. Bahan baku
kain songket Palembang ini adalah berbagai jenis benang, seperti benang kapas,
atau yang lebih lembut dari bahan benang sutera. Untuk membuat kain songket
yang bagusbahan bakunya berupa benang putih yang diimpor dari India, Cina atau
Thailand. Sebelum ditenun bahan baku diberi warna dengan jalan dicelup dengan
bahan warna yang dikehendaki. Warna dominan dari tenun songket
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu kain
songket?
2. Bagaimana
sejarah kain songket?
3. Dimana wilayah
pengrajin kain songket terbanyak di Indonesia?
4. Bagaimana cara
membuat kain songket?
5. Apa fungsi
kain songket?
6. Apa saja motif
kain songket?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian dan sejarah kain songket
2. Untuk
mengetahui dimana wilayah pengrajin kain songket dan cara membuat kain songket
3. Untuk
mengetahui apa fungsi kain songket serta motif kain songket
4. Agar pembaca mengetahui betapa pentingnya warisan budaya bangsa Indonesia
yaitu kain songket
5. Agar para pembaca
mempertahankan dan melestarikan budaya Bangsa Indonesia agar tidak diakui oleh
negara lain karena kain songket sudah diakui oleh Malaysia
6. Agar para pembaca
lebih mencintai produk dalam negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
SONGKET
Songket adalah
jenis kain tenunan tradisional Melayu dan Minangkabau di Indonesia, Malaysia, dan
Brunei. Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun
dengan tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik
yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang.
Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia, yang berarti "mengait" atau "mencungkil".
Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput
kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, menurut sementara orang,
kata songket juga mungkin berasal dari kata songka, songkok khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang
emas dimulai. Istilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas
dan perak’. Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat
kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti
sarung, disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat
kepala. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket
yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu. Menurut tradisi, kain songket hanya
boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki
pun turut menenun songket.Beberapa kain songket tradisional Sumatra memiliki
pola yang mengandung makna tertentu.
Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong
kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa,
tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan hewan dan tumbuhan
setempat. Motif ini seringkali juga dinamai dengan nama kue khas Melayu seperti
serikaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan penganan kegemaran
raja.
2.2 SEJARAH KAIN SONGKET
Penenunan
songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan permukiman dan budaya Melayu, dan menurut
sementara orang teknik ini diperkenalkan oleh pedagang India atau
Arab. Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari
perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa
menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan
perak; maka, jadilah songket. Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai
Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas
atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Tidak diketahui secara
pasti dari manakah songket berasal, menurut tradisi Kelantan teknik
tenun seperti ini berasal dari utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam, yang
kemudian berkembang ke selatan di Pattani dan akhirnya mencapai Kelantan
dan Terengganu sekitar tahun 1500-an. Industri kecil rumahan tenun songket
kini masih bertahan di pinggiran Kota Bahru dan Terengganu. Akan tetapi menurut
penenun Terengganu, justru para
pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di
Palembang dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak
zaman Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11).
Menurut
tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan dengan
kegemilanganSriwijaya, kemaharajaan niaga
maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-13 di
Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan songket paling mahsyur
di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah
kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang
emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang
emas di Sumatera terletak di pedalaman Jambi dan dataran tinggi Minangkabau.
Meskipun benang
emas ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan
batu mirah delima yang belum
diasah, serta potongan lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa
penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an
masehi. Songket mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang kemudian di
Sumatera. Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur
dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket
eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya,
sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum
laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian
barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung.
Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya; songket semula
adalah kain mewah para bangsawan yang menujukkan kemuliaan derajat dan martabat
pemakainya. Akan tetapi kini songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan
masyarakat kaya dan berada semata, karena harganya yang bervariasi; dari yang
biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat
mahal. Kini dengan digunakannya benang emas sintetis maka songket pun tidak
lagi luar biasa mahal seperti dahulu kala yang menggunakan emas asli. Meskipun
demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai bentuk kesenian yang
anggun dan harganya cukup mahal.
Sejak dahulu kala hingga kini, songket adalah pilihan populer
untuk busana adat perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali.
Kain ini sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita
sebagai salah satu hantaran persembahan perkawinan. Di masa kini, busana resmi
laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai kain yang dililitkan di
atas celana panjang atau menjadi destar, tanjak, atau ikat kepala. Sedangkan
untuk kaum perempuannya songket dililitkan sebagai kain sarung yang
dipadu-padankan dengan kebaya atau baju kurung.
Meskipun berasal dari kerajinan tradisional, industri songket
merupakan kerajinan yang terus hidup dan dinamis. Para pengrajin songket
terutama di Palembang kini berusaha menciptakan motif-motif baru yang lebih
modern dan pilihan warna-warna yang lebih lembut. Hal ini sebagai upaya agar
songket senantiasa mengikuti zaman dan digemari masyarakat. Sebagai benda seni, songket pun sering
dibingkai dan dijadikan penghias ruangan. Penerapan kain songket secara modern
amat beraneka ragam, mulai dari tas wanita, songkok, bahkan
kantung ponsel.
2.3 WILAYAH PENGRAJIN KAIN SONGKET
Di Indonesia, pusat kerajinan tangan tenun songket dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan,Bali, Sulawesi, Lombok dan Sumbawa. Di pulau Sumatera pusat kerajinan songket yang termahsyur dan unggul
adalah di daerah Pandai Sikek dan Silungkang, Minangkabau, Sumatera Barat, serta di Palembang, Sumatera Selatan. Di Bali, desa pengrajin tenun songket dapat ditemukan di kabupaten Klungkung, khususnya di desa Sidemen dan Gelgel. Sementara di Lombok, desa
Sukarara di kecamatan Jonggat, kabupaten Lombok Tengah, juga terkenal akan
kerajinan songketnya.
2.4 BAHAN DAN TEKNIK PEMBUATAN KAIN SONGKET
Songket ditenun dengan tangan dengan bahan benang emas dan perak. Bahan lainnya adalah benang logam metalik yang tertenun berlatar kain
menimbulkan efek kemilau cemerlang.
Teknik yang digunakan adalah teknik menenun.
Teknik menenun pada dasarnya hamper sama dengan teknik menganyam, perbedaannya
hanya pada alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup melakukannya dengan
tangan (manual) dan hampir tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan pada
kerajinan menenun kita menggunakan alat yang disebut lungsi dan pakan.
2.5 PROSES PEMBUATAN KAIN SONGKET
Proses
pembuatan kain songket bukan saja tekstil Melayu yang tinggi mutunya tetapi
juga lambang kehalusan seni Melayu. Pembuatannya amat rumit dan melibatkan
beberapa tahap. Pada tahap pertama, tongkol-tongkol benang sutera atau kapas
dibersihkan dan dicelup ke dalam pewarna. Pada masa dahulu, pewarna daripada
bahan asli seperti kunyit dan kulit buah manggis digunakan. Kini, pewarna
diperbuat daripada bahan kimia. Selepas tongkol-tongkol kain dibilas dan
dikeringkan, proses meleraikan benang dimulakan. Ini diikuti dengan proses
membuat benang loseng atau menganing benang. Proses ini penting untuk
menentukan berapa banyak benang yang diperlukan untuk menghasilkan sebidang
kain songket.
Selepas
menganing, benang yang ujungnya diikat kepada kayu belira digulung. Selepas
itu, benang loseng dilalukan di celah-celah gigi mesin tenun. Proses ini
disebut sebagai menyapuk benang dan bertujuan mengemaskan benang pakan sewaktu
menenun. Ini diikuti dengan proses mengarat benang, iaitu proses membuat alat
karat daripada benang asing yang dibentukkan menjadi gelung. Melalui lubang
gelung inilah benang loseng yang berangka genap dan ganjil diangkat secara
selang-seli semasa menenun.
Seterusnya
ialah proses menyungkit benang, iaitu membuat motif hiasan. Bentuk motif dibuat
dengan menggunakan benang emas yang diisikan ke dalam cuban. Proses pelancaran
cuban disebut sebagai menyulam atau menekat benang emas. Proses ini dilakukan
dengan cara tekat lima atau tekat tiga dan bermula dengan membuat gigi belalang
pada sepanjang benang loseng supaya mendapatkan ciri songket yang dikatakan
tekat tiga atau tekat lima itu. Sewaktu membentuk bunga songket, penenun perlu
menyungkit benang loseng yang telah dijadikan gigi belalang mengikut rekaannya.
Selepas
menganing, benang yang hujungnya diikat kepada kayu belira digulung.
Satu
songketan tekat tiga dibuat dengan melancarkan jarum yang mengandungi tiga urat
benang emas yang dikembarkan, satu pakan dan tiga loseng; atau dua urat benang
emas, dua benang pakan dan tiga loseng. Tekat tiga merupakan proses sulaman
yang halus dalam sesuatu tenunan songket. Songketan tekat lima pula dibuat
dengan menggunakan tiga urat benang emas, dua benang pakan dan lima benang
loseng. Benang pakan ditekat sebanyak dua kali dan benang emas
diselang-selingkan pada benang pakan. Proses selang-seling dibuat sebanyak lima
kali pada benang loseng. Susunan ini
akan menimbulkan kotak-kotak pada kain itu. Cara ini juga diulang beberapa kali
sekiranya bentuk motif itu masih diperlukan. Perlu dijelaskan lagi bahwa
selang-seling tempat laluan benang emas dan pakan telat disediakan sejak proses
menyongket dibuat. Ini berarti ruang yang dilalui oleh benang emas dan pakan
telah sedia apabila jika karat ditekankan ke atas dan ke bawah.
2.6 FUNGSI DAN KEGUNAAN KAIN SONGKET
Pada masa
dahulu, kain songket merupakan pakaian kaum bangsawan. Padamasa itu, songket
terdapat pada kain samping, tanjak, kain sarung limar, kain sarung, kainpanjang
atau kain punca potong, baju belah labuh, baju kurung, baju kebaya dan
kainselendang. Kini, kain songket digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat
sebagai pakaianpengantin, pakaian penari tradisional, pakaian semasa menghadiri
majlis rasmi, dan hiasanpada jubah.
Selain
pakaian, kain songket juga dihasilkan sebagai kain ela. Kain ini
kemudiannyadigunakan untuk membuat pelbagai jenis barang seperti sarung kusyen,
beg tangan, alasmeja, alas pinggan dan barang-barang untuk cenderamata seperti
fail eksekutif, kotakbarang kemas dan sebagainya. Ada juga songket yang ditenun
khas untuk dijadikanperhiasan dinding. Songket yang dibuat begini berbentuk
bunga, tumbuh-tumbuhan dantulisan khat.
Harga kain
songket didasarkan kepada kehalusan tenunannya. Kehalusan tenunandapat dinilai
dari segi kerumitan proses menyongket bunga-bunga. Jenis benang yangdigunakan
sama ada sutera, kapas atau poliester juga menentukan kelembutan, seri danmutu
kain itu.
2.7 CONTOH HASIL KARYA
1. Kain Songket
Minangkabau
Songket
Minangkabau adalah salah satu bentuk senirupa tradisional yang unik.
Seni-tenun ini cukup rumit dan membutuhkan ketelitian serta ketekunan dalam
proses penenunannya. Selain itu, ragam-hias atau motif songket
Minangkabau tidak hanya sekadar hiasan atau ornamen. Motif atau ragam-hias
songket Minangkabau masing-masing memiliki nama dan makna yaitu
tentang perjalanan kebudayaan dan masyarakat Minangkabau. Motif-motif
songket Minangkabau ditampilkan dengan wujud simbol-simbol alam terutama
tumbuhan yang kaya makna tersurat dan tersirat.Beberapa motif songket
Minangkabau beserta arti filosofisnya :
a. Motif kaluak
paku (pakis), menyiratkan bahwa pentingnya bersikap introspeksi karena pucuk
paku bergelung ke dalam terlebih dulu baru keluar.
b. Motif pucuak rabuang
(bambu), menyiratkan bahwa bambu selalu bisa dimanfaatkan dari muda sampai tua.
Dari rebung untuk dimakan sampai bambu untuk kerajinan. Dan, makna tersirat
juga dapat dilihat bahwa semakin tua dan berpengalaman orang Minang hendaknya
semakin merunduk.
c. Motif bungo
antimun (mentimun), yang mana mentimun selalu dapat dimanfaatkan. Selain dapat
dimakan mentimun juga berguna untuk perawatan kecantikan. Dari cara tumbuhnya
yang menjalar dan selalu melekatkan akarnya ke penopang seruas demi seruas,
makna tersuratnya menurut Abdul Hamid Dt. Rangkayo Sati adalah melakukan
sesuatu haruslah secara sistematis dan mengakar. Atau, jika beragumentasi harus
jelas dan dengan dalil yang kuat.
d. Motif bijo
(biji bayam), yang mana tanaman bayam mudah tumbuh di mana saja. Jika sudah tua
bijinya yang halus dan ringan mudah menyebar. Ini diumpamakan bahwa seorang
berilmu memberikan ilmu dengan ikhlas dan menerima imbalan juga dengan ikhlas.
Dalam budaya Minangkabau, murid biasanya mengisi cupak nan tangah (mengisi
tempat beras di rumah gurunya) sesuai kemampuannya.
e. Motif ilalang
rabah (rebah), yang artinya ilalang yang rebah jangan diinjak dengan sembrono.
Sebab, akarnya yang merentang tersembunyi bisa menjadi ranjau yang dapat
menjatuhkan. Artinya, kewaspadaan, kehati-hatian, dan kecermatan seorang
pemimpin adalah hal yang utama. Kekuasaan harus bersifat arif agar tidak
terjadi kesewenang-wenangan. Tidak selamanya orang lemah menyerah pada
penindasan. Bahkan, akar rumput pun bisa menjelma kuat hingga meruntuhkan
kezaliman.
2. Kain Songket
Palembang
Tenun/Siwet Songket Palembang
merupakan kerajinan tradisional khas masyarakat Palembang dan umumnya merupakan
hasil industri rumah tangga. Pekerjaan menenun biasanya dilakukan kaum wanita, walaupun
akhir-akhir ini kaum pria juga sudah berpartisipasi membuatnya. Songket adalah
kain tenun yang dibuat dengan teknik menambah benang pakan sebagai
hiasan, yaitu dengan menyisipkan benang perak, emas atau benang warna di atas
benang lungsin.
Tenun ini memiliki berbagai motif, seperti: lepus, jando
beraes, bunga inten, tretes midar, pulir biru, kembang suku hijau, bungo cino,
bunga pacik, dan lain-lain.
Kain
Songket Khas Palembang
3. Kain Songket
Sasak
Kain tenun songket sasak sudah sangat dikenal dengan
keindahan motif dan kehalusan kainnya yang bahkan telah mendunia. Namun
keberadaan salah satu warisan budaya yang pengerjaannya yang masih ditekuni
secara tradisional ini kini terancam punah.
Pemasaran tenun
songket sasak kini mulai tergeser oleh kain produksi pabrikan yang tidak kalah
cantik dan lebih murah.Pembuatan tenun tradisional songket sasak hingga kini
masih ditekuni warga Desa Sukarare, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara
Barat. Disepanjang jalan desa bisa ditemui warga dari berbagai usia. Mulai kaum
muda hingga lanjut usia, tampak asyik menenun secara tradisional kain songket
ini.
Berbagai corak
dengan ragam khas tenun songket dihasilkan tangan - tangan terampil wanita desa
ini. Nenek Mahyun misalnya, salah satu ketua desa yang hingga kini masih mampu
menenun songket.
Kain Songket Khas Sasak, Lombok
Dari ketiga
contoh karya kain songket di atas, tentunya masih banyak lagi kain songket khas
tradisional Indonesia beserta motifnya yang beragam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Songket adalah
jenis kain tenunan tradisional Melayu dan Minangkabau di Indonesia, Malaysia, dan
Brunei. Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun
dengan tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik
yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang.
Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong
kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa,
tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan hewan dan tumbuhan
setempat. Motif ini seringkali juga dinamai dengan nama kue khas Melayu seperti
serikaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan penganan kegemaran
raja.
Songket ditenun dengan tangan dengan bahan benang emas dan perak. Bahan lainnya adalah benang logam metalik yang tertenun berlatar kain
menimbulkan efek kemilau cemerlang.
3.2 saran
Budaya
nasional yang merupakan faktor penting dalam identitas nasional bangsa
Indonesia. Sebagai mahasiswa yang merupakan penerus bangsa hendaklah lebih
memberikan perhatian penting terhadap budaya nasioanl bangsa indonesia di
tengah berkembangnya budaya global sekarang ini. Jangan sampai identitas
tersebut malah melebur dalam budaya global. Mencintai dan melestariakan budaya
nasional bangsa Indonesia merupakan langkah awal proteksi terhadap pengaruh
negative budaya global saat ini. demi menjaga identitas nasional bangsa
Indonesia di tengah era globalisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Comments
Post a Comment