Biong, Ojek PSK Puncak

Holla

Aku mau share tulisanku yang menang lomba penulisan artikel ilmiah mahasiswa se-KOPERTIS 3 kemarin. sebenarnya di suruhnya nulis features. judul pelatihan dan lombanya aja yang "penulisan artikel ilmiah mahasiswa" ๐Ÿ˜‚ by the way, aku juga nulis tentang gimana caranya proses penulisan ini. dari hari pertama pelatihan sampai pas menang. hehe. di blog ini juga. sebenarnya malah lebih banyak curcol tentang diri gue sih. maafin ya ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚ 

oke jadi ini tulisannya



Biong, Ojek PSK Puncak


Puncak merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia. Hawanya yang dingin dan sejuk serta pemandangan alam pegunungannya yang indah, membuat Puncak menjadi pilihan favorit wisatawan untuk berlibur. Apa lagi bagi warga Jakarta yang ingin melepas penat dari hiruk-pikuk ibu kota. Hal ini dikarenakan letaknya yang dekat dengan ibu kota yaitu hanya 70 km saja dari Selatan Jakarta. 

Kawasan Puncak, Jawa Barat selain terkenal dengan berbagai tempat wisata menarik seperti Gunung mas, Taman Safari, Kebun Raya Cibodas, dan masih banyak lagi serta berbagai macam makanan tradisional yang kerap menjadi oleh-oleh seperti talas Bogor, ubi cilembu, dan roti unyil, ternyata Puncak terkenal sebagai “surganya tempat maksiat”. Walaupun tiga tahun terakhir ini sudah jarang terdengar berita-berita tentang maksiat di Puncak, namun tidak bisa dipungkiri lagi. Hal itu masih kerap terjadi. 

Anda pasti akan banyak menemukan tulisan ‘vila’ di sepanjang jalan Kawasan Puncak, Jawa Barat. Banyak orang yang mungkin belum mengetahui perbedaan antara ‘villa’ dan ‘vila’. Jika ‘vila’ yang huruf ‘L’-nya hanya satu saja, tandanya, di situ lah Anda akan menemukan banyaknya perbuatan maksiat yang dilakukan oleh para pekerja seks komersial atau yang biasa disingkat PSK dengan wisatawan domestik ataupun mancagera. Namun, perbandingannya 1:10. “Jarang kalau orang lokal mah, kebanyakan orang Arab,” kata Haryat, seorang pengemudi ojek online yang tadinya bekerja sebagai tukang ojek yang sering mengantarkan para PSK ke vila-vila tersebut. 

Sudah 4 tahun Haryat bekerja sebagai tukang ojek yang mengantarkan PSK ke vila-vila. Dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Namun, Haryat bukan hanya mengantarkannya saja tapi Haryat lah yang mengajak para PSK tersebut ‘dawwir’ (namun warga sekitar membacanya ‘daweng’) atau yang artinya jalan-jalan. Berasal dari bahasa Arab. Jalan-jalan yang di maksud adalah, berboncengan dengan seorang PSK, berdua atau bertiga untuk mencari pelanggan. Haryat hanya perlu mengirim pesan singkat atau sms (short message service) ke nomor para PSK dan mengajaknya daweng. Biasanya di mulai dari pukul 18.00 sampai se-selesainya. Tergantung dari pelanggannya ataupun PSK-nya. Dalam semalam, para PSK biasanya bisa sampai 3x mendapatkan pelanggan. bayaran yang ia dapatkan bermacam-macam. Mulai dari Rp.200.000 sampai Rp.1000.000. Perbedaan bayaran yang didapatkan sesuai dengan kecantikan si PSK-nya. Biasanya, akan terjadi proses tawar-menawar dahulu, namun banyak juga pelanggan yang langsung mengiyakan tawaran tersebut. 

Kendala perbedaan bahasa tidak menjadi halangan bagi para biong dan para PSK. Karena pada akhirnya, para PSK dan biong akan mengerti bahasa dari negara asal para pelangannya. “awalnya pake bahasa isyarat, palingan nanya sampe jam berapa,” terang Haryat sambil menunjukkan pergelangan tangannya, letak di mana biasanya jam tangan dikenakan. Biong merupakan sebutan untuk para calo atau orang-orang seperti Haryat. Biong juga merupakan bahasa Arab yang artinya calo atau perantara karena memang mereka tugasnya menjadi perantara antara para PSK dan pelanggan. Terdapat 150 orang biong di Kawasan Ciawi sampai Puncak.
Para biong di kawasan tersebut mempunyai satu komunitas yang tadinya bernama Tomsa yang kepanjangannya “Tongkrongan Motor Sinar Alam” Namun, pada bulan puasa tahun ini, tongkrongan tersebut sudah dibubarkan oleh ketuanya sendiri karena suatu masalah “kalau sekarang mah Tomsa udah bubar, gak tau sekarang namanya apa. Saya udah gak menjalin hubungan lagi dengan mereka. 
Pengen keluar saya mah dari lingkaran hitam itu” ujar pria yang pada hari pahlawan nanti berusia 26 tahun. 

Haryat mengaku, untuk masuk ke dalam komunitas tersebut awalnya harus mendaftar ke ketua-nya dan membayar uang pendaftaran sekitar seratus hingga lima ratus ribu. Namun., ada juga yang gratis yaitu bila mempunyai kenalan di komunitas tersebut. Komunitas tersebut sering mengadakan perkumpulan, minimal 1 tahun sekali. Biasanya mereka rapat jika para PSK telat ataupun sulit ketika di tagih uang iuran. Para PSK diwajibkan membayar Rp.100.000 per-bulan. Sedangkan para biong diharuskan membayar Rp10.000 per-minggu. uang tersebut dipergunakan untuk membayar oknum-oknum yang melindungi komunitas tersebut. Itulah sebabnya mengapa kasus narkoba lebih mudah diungkapkan dibandingkan kasus prostitusi di Puncak. 

Sebenarnya uang yang bisa dinikmati oleh para PSK sedikit. Karena mereka harus memberikan empat puluh sampai lima puluh ribu ke penjaga villa dan 20% dari jumlah bayaran yang ia dapatkan, harus diserahkan ke para biong. Dalam sehari. Haryat biasanya mendapatkan uang dari PSK tersebut sekitar dua ratus hingga enam ratus ribu rupiah. Angka yang cukup tinggi. Namun sayangnya, uang dengan jumlah tersebut bisa habis dalam waktu sehari dan sampai pada akhirnya, Haryat tersadar bahwa pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang baik “halal atau engganya saya gak tau ya tapi tuh uang abis terus gitu dalam sehari. Karna mikirnya yaa besok dapet lagi. Jadinya tuh uang setan abis di makan setan” ungkap Haryat. 

PSK para biong usianya di atas dua puluh tahun semua atau yang sudah mempunyai KTP, karena di daerahnya Haryat, jarang sekali wanita yang berusia 17 tahun tapi sudah mempunyai KTP. Mengapa hanya yang punya KTP saja? Karena jika PSK mereka masih di bawah umur, maka para biong akan dituding memperkerjakan anak di bawah umur. Mereka bermain aman saja. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka para biong akan lepas tanggung jawab, itu menjadi urusan para PSK-nya karena dianggap jika sudah mempunyai KTP maka sudah dewasa. Walaupun pernah mendapat masalah seperti di tangkap oleh para polisi yang sedang melakukan penggerebekan, para PSK akan tetap kembali lagi menjadi PSK para biong. Biasanya ketika mereka tertangkap akan di bawa ke polsek lalu di kirim ke Pasar Rebo, Jakarta untuk dilakukan pembinaan dan penyuluhan agar meninggalkan pekerjaan haram tersebut, namun kenyataannya, para PSK akan tetap kembali lagi melakukan pekerjaan haramnya. 

Banyak faktor mengapa para wanita-wanita tersebut menjadi PSK. Haryat mengatakan bahwa banyak dari mereka yang di suruh oleh orang tuanya. Miris sekali bukan? Namun ada juga yang dikarenakan keinginannya sendiri. Bahkan ada yang rela tidak di bayar dengan pelanggannya karena sudah terlajur jatuh cinta dengan pelanggannya. Namun, pelanggan harus tetap membayar Rp.50.000 ke penjaga vila atau petugas keamanan vila karena jika tidak, mereka tidak akan diperbolehkan menginap di vila itu lagi. Sebenarnya, tidak semua biong baik. Banyak biong yang genit terhadap PSK-nya sendiri. Hal itu yang membuat para PSK-nya mencari biong yang lain. Apalagi terhadap biong yang suka memeras uang bayaran PSK-nya dengan jumlah yang sangat besar. “Jadi sebenarnya tuh kita sendiri yang harus tetep ngejaga mereka biar mereka ga pergi ke biong lain. Kalau saya sih jujur saya gak pernah genit ataupun memeras,” ungkap pria 4 bersaudara ini. 

Sekarang, Haryat bekerja sebagai ojek online. Memang baru tiga bulan, namun Haryat mengaku ia lebih senang menjalani kehidupannya yang sekarang. Ia sudah tidak malu lagi dengan teman-teman SD atau pun SMP-nya. “enak ya duit banyak, bawa cewe terus,” ucap Haryat, menirukan perkataan teman-teman SMP-nya. Haryat memang hanya lulusan SMP saja, itulah alasan mengapa ia menjadi biong yaitu karena sulitnya mencari pekerjaan. Ia menjadi biong karena ditawarkan oleh temannya, dan sekarang, Haryat bisa menjalani kehidupannya dengan lebih tenang. Ketika menjadi biong, ia selalu merasa bersalah dengan orang tuanya karena orang tuanya tidak mengetahui apa yang Haryat lakukan selama ini. 

Haryat mengaku bahwa untuk keluar dari lingkaran hitam tersebut sangatlah sulit. “Lebih sulit dari berenti ngerokok ini mah. serius ceunah,” ungkap Haryat.  Hal itu dikarenakan faktor lingkungan Haryat. Banyak sekali warga dilingkungannya yang menganggap hal tersebut biasa saja. “Yang penting kita teh sopan, jaga sikap, jaga penampilan juga yang PSK-nya. Gak boleh mereka teh pake baju yang seksi-seksi sama kita. Pasti kita suruh ganti,” Ujar Haryat. ‘kita’ yang di maksud ialah para biong. Para pelanggannya juga tidak diperbolehkan untuk mabuk, apalagi membuat kebisingan dan meresahkan warga sekitar.

Comments

Popular posts from this blog

Kain Songket

Cerita Tentang Kacamata

Apa itu Jurnalisme Investigasi?