Siswa SMA ini Menyulap Kotoran Kambing Menjadi Gas Untuk Memasak



Sebenernya udah pernah aku share di akun kompasianaku beberapa bulan yang lalu. 
bisa cek di http://www.kompasiana.com/rifaadilah/siswa-sma-ini-menyulap-kotoran-kambing-menjadi-biogas-untuk-memasak_58711c626423bdcf038b4572

hehe


Siswa-siswi dari SMA Negeri 34 Jakarta yang terletak di Pondok Labu, Jakarta Selatan ini berhasil menjadi juara kedua dalam Toyota Eco Youth yang ke 10. Toyota Eco Youth atau yang biasa disingkat TEY merupakan kompetisi lingkungan hidup tingkat SMA dan sederajat di seluruh Indonesia. Jadi para peserta dari setiap sekolah mengirmkan propasal proyek yang akan mereka buat ke email TEY, proposal yang dinilai layak, diberi kesempatan untuk merealisasikan proyeknya dengan bantuan dana oleh Toyota Indonesia. Pada tahun ini, ada 2.543 proposal yang masuk ke email TEY dan itu berarti sebanyak 2.543 sekolah mengikuti TEY #10 namun hanyalah 25 proposal yang diseleksi untuk masuk ke babak selanjutanya. 25 proposal tersebut terdiri dari 7 sekolah dari Sumatera, 12 dari Jawa dan Bali, serta masing-masing 2 sekolah dari Kalimantan, Sulawesi dan Papua. 25 finalis tersebut diberikan modal sebesar lima belas juta rupiah oleh Toyota Indonesia untuk mengimplementasikan proyeknya. 

Tema TEY ke-10 adalah Ecosociopreneurship. Tema ini diharapkan akan menstimulus perserta untuk bersaing menampilkan proyek lingkungan yang idukung oleh kegiatan yang menghasilkan dana untuk membiayai kelangsungan operasional proyek secara mandiri agar bisa mencapai manfaat yang lebih besar dan melebihi ekspektasi masyarakat di lingkungan sekitar. Terdapat 2 kategori dalam TEY yaitu science dan social. SMA Negeri 34 Jakarta mengikuti TEY kategori science dan memang telah mengikuti TEY dari beberapa tahun sebelumnya. Dan dalam TEY #8 SMA Negeri 34 Jakarta belum bisa memenangkan proyeknya yaitu IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang menampung limbah cair dan mengubahnya menjadi air yang dapat digunakan. Namun, pada tahun ini SMA Negeri 34 Jakarta berhasil meraih pencapaian yang memang sangat mereka harapkan. 

Lomba TEY ini memang mengharuskan kita mengelola masalah yang ada di lingkungan sekitar kita. Di belakang SMA 34 terdapat peternakan kambing. Aloysia Elva dan Reihana Zahra mempunyai ide untuk mengubah kotoran kambing tersebut menjadi biogas yang bisa dipakai untuk memasak serta menjadikan limbah dari biogas tersebut menjadi pupuk yang sangat bagus untuk tanaman. Nama proyek mereka ialah POLAPENA (Instalasi Pengolahan Limbah Organik Penghasil Energi Alternatif). 

Dana yang dibutuhkan untuk proyek POLAPENA ialah sebesar lima juta rupiah. uang tersebut untuk membeli peralatan instalasi dan kompor. Namun, sekolah juga membuat saung POLAPENA yang terletak di halaman belakang sekolah, di dekat kantin dan tempat praktik POLAPENA. Saung tersebut juga sebagai memoriam untuk Annisa Rahma, seorang alumni SMAN 34 2016 yang meninggal karena kanker. Annisa tetap semangat belajar walaupun sakit. Annisa mendapatkan SNMPTN Universitas Indonesia jurusan Teknologi bioproses. Almarhumah pasti sangat senang di surga mengetahui hal tersebut. Jadi dengan dibuatnya saung ini, sosok semangat Annisa  akan selalu dikenang. Dana dari saung ini didapatkan dari sponsor juga. Elva dan kawan-kawan giat sekali mencari sponsor. Siapa saja boleh duduk di saung tersebut, bukan hanya tim POLAPENA saja. Anak-anak yang lain jadi bisa melihat POLAPENA sudah sejauh apa  dan jadi banyak yang tertarik untuk bergabung dalam POLAPENA. 

Bahan yang dibutuhkan seperti kotoran ternak kambing didapatkan secara gratis dari peternakan kambing di belakang sekolah. Mereka juga mau mengembangkan biogas untuk mengurangi kotoran di peternakannya. Jadinya timbal balik saja, tim POLAPENA mengajarkan caranya dan mereka memberikan kotoran kambingnya. Sedangkan bahan lainnya seperti daun yang berguguran didapatkan di sekolah. Untungnya SMAN 34 banyak ditanami berbagai macam pohon. Sangat rindang dan asri. Jadinya tidak perlu mencari daun dari tempat lain. Elva dan kawan-kawan juga mensosialisasikan bank daun ke setiap kelas. Jadi yang mengumpulkan daun paling banyak akan mendapatkan sertifikat karbon netral taraf nasional. Air yang diperlukan juga di ambil dari IPAL. Sebenarnya proyek POLAPENA ini sangat mudah tetapi memiliki manfaat yang luar biasa. 

Jadi proses awalnya ialah dengan memasukan semua limbahnya ke dalam tangki atau toren. Yang boleh dimasukan hanyalah daun berwarna hijau dan kuning yang berguguran dan masih basah. Karena jika daunnya kering tidak bisa digunakan dan tidak bisa menggunakan daun yang masih ada di pohon karena tingkat keasaman daunnya masih tinggi sehingga bakteri anaerobnya sulit untuk memproduksi gas metana (CH4). Karena prosesnya anaerob (tidak memerlukan udara sama sekali) jadi tangki harus ditutup rapat. Sebelum ditutup rapat, masukkan juga kotoran kambing dan sapi. Beri air agar lebih mudah. Perbandingan limbah dengan airnya 1:1. Setelah itu tunggu selama 15 sampai 20 hari. Kita hanya perlu menunggu dan mengaduk-aduk saja. Setelah itu gasnya akan keluar dari gas holder. Sama seperti kompor LPG yang terdapat selang dibekangnya untuk menyambungkan ke tabung gas elpigi, toren yang berisi limbah kotoran kambing ini juga terdapat saluran yang bisa disambungkan ke kompor biogas. Tidak bisa menggunakan kompor biasa, harus menggunakan kompor biogas. 

Sekali memasukkan kotoran kambing sebanyak 200kg dan gas yang dihasilkan sebanyak 2kg. Bisa dipakai selama 2 bulan oleh ibu-ibu kantin, dan praktik memasak di sekolah. Selain itu, ketika bakteri  sudah tidak bisa menghasilkan gas metana lagi, di dalam toren tersebut menjadi limbah dan ketika diteliti ternyata bisa pakai menjadi pupuk cair atau lindi dan lindinya bisa digunakan untuk pupuk tanaman di SMA 34. Lindi merupakan pupuk cair yang memiliki kandungan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dan mengandung unsur organik dengan konsentrasi tinggi yang bisa membuat tanaman menjadi sangat subur. Dan ternyata harga lindi cukup mahal. 

Mereka sudah mempersiapkan lomba ini dari bulan Juni 2016.  Mereka hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk menyiapkan proposalnya tetapi memerlukan waktu tiap hari untuk menggali konsepnya. POLAPENA 34 mempunyai 17 orang tim inti yang terdiri dari anak kelas 10, 11, dan 12 yang terbagi jadi beberapa divisi seperti humas, dokumentasi, IT, dekorasi, dan perlengkapan. Namun tim yang terjun ke lapangan hanyalah 10 orang saja, mereka adalah Elva (ketua), Reihana, Alisa, Nadya, Bella, Faisa, Far’i, Hatfan, Agil dan Boma. Pada awalnya tim intinya hanya terdiri dari beberapa orang saja namun seiring berjalannya waktu mereka merasa lelah dan berfikir jika proyek ini hanya dikerjakan sendiri maka tidak akan optimal hasilnya oleh karena itu butuh team work. Selain itu mereka juga merekrut duta POLAPENA dari setiap kelas dan mendapat dukungan yang penuh dari Kepala sekolah yaitu Bapak Taga Radja Gah. Beliau sangat gempar mempromosikan POLAPENA sampai ke dinas sehingga Elva diminta menjadi pembicara di Dinas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Guru yang selalu mendampingi POLAPENA dari awal ialah Ibu Pantiyani, Guru Biologi sekaligus guru prakarya. Namun ada beberapa guru yang ikut mendukung proyek ini seperti Pak Julimi, Pak Win dan Bu Endang. Bu Endang merupakan guru Kimia. Pada bulan Oktober 2016 beliau berangkat ke Jepang sebagai salah satu perwakilan Indonesia untuk studi banding tentang program lingkungan. Beliau menjelaskan tentang POLAPENA kepada dosen-dosen Universitas Nagasaki dan mereka sangat terkagum-kagum oleh Instalasi POLAPENA. Mereka sampai meminta set dokumen Instalasi POLAPENA dan pada bulan Januari 2017 rencananya mereka akan datang ke Jakarta untuk melihat Instalasi POLAPENA secara langsung. 

Jadwal sekolah yang sangat padat membuat mereka benar-benar memanfaatkan group line untuk berkomunikasi daripada bertemu langsung karena menurut mereka jika bertemu langsung hanya akan membuang-buang waktu saja dengan membicarakan hal-hal yang tidak penting sedangkan PR mereka banyak sekali. Maklum, 34 memang banyak sekali PRnya. Setiap pertemuan di kelas pasti semua guru memberikan PR. Jadi, mereka hanya bertemu jika ada event besar, perancangan alat atau pergi ke luar seperti studi banding ke Bandung atau ke FMIPA (Fakultas  Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) Universitas Indonesia karena mereka memang bekerja sama dengan FMIPA UI. Yang penting selalu berkomunikasi dengan baik di group jadi informasi tetap tersampaikan. 

Dari Bulan Juni sampai pada puncaknya yaitu Desember 2016, perjuangan tim POLAPENA membuahkan hasil yang sangat baik. Instalasi POLAPENA mendapatkan juara kedua dalam Toyota Eco Youth yang ke-10 dan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar lima puluh juta rupiah, sertifikat dan piala. Uang tersebut akan diberikan sebagian kepada sekolah untuk membiayai Toyota Eco Youth tahun berikutnya dan untuk mengembangkan proyek POLAPENA yang akan dikembangkan oleh anak kelas 10 dan 11 yang sudah mengerti tentang POLAPENA. Uangnya juga diberikan kepada huru-guru dan TU (Tata Usaha). TU baik sekali, mereka membelikan anti hama dan anti ulat bulu di sekitar tempat POLAPENA sehingga anak-anak tidak terkena ulat bulu. 

Selain itu uangnya juga digunakan untuk syukuran antara sekolah dan tim POLAPENA. Sebagian uangnya juga diberikan kepada anggota tim POLAPENA karena kata Elva teman-temannya sangat baik sekali. Ia pernah sampai jam tiga pagi masih di rumah temannya mengerjakan animasi untuk bahan presentasi ketika final. Setiap harinya mereka juga berganti-gantian mengadakan piket harian dan mereka juga tidak jijik sama sekali untuk memasukkan kotoran kambing ke dalam toren. Mereka benar-benar melakukannya sepenuh hati. Elva dan Bu Pantiyani sangat bersyukur atas kemenangan POLAPENA, baginya hadiah ialah nomor belakangan. Yang terpenting POLAPENA juara. Sehingga bisa membanggakan nama SMAN 34 Jakarta dan DKI Jakarta karena hanya SMAN 34 lah satu-satunya perwakilan dari Jakarta yang lolos dalam 25 besar pada saat itu dan pada akhirnya menjadi juara 2. 

            Buat teman-teman yang penasaran tentang POLAPENA, kalian bisa tonton vlog POLAPENA di youtube dengan keyword “VLOG POLAPENA” atau lihat langsung instagramnya @polapena34

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Tentang Kacamata

Kain Songket

Apa itu Jurnalisme Investigasi?